Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dalam dua dekade terakhir, kasus dengue meningkat 15x lipat di dunia. Saat ini dengue menjadi permasalahan kesehatan penting tidak hanya di negara berkembang tetapi termasuk di negara maju. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD pun pernah terjadi beberapa kali di Indonesia. Peningkatan kasus biasanya terjadi di masa atau setelah musim hujan. Pada Januari 2019 tercatat 13.683 penderita dengue di Indonesia.

Apa itu dengue atau demam berdarah dengue (DBD)?

Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dapat mengancam nyawa. Penyebabnya adalah virus dengue, virus RNA yang tergolong dalam genus Flavivirus. Ada 4 jenis serotipe virus dengue yang menginfeksi manusia yaitu DENV 1, DENV 2, DENV 3, DENV 4.

Bagaimana Penularan Dengue?

Dengue dapat menular kepada orang lain dengan perantaraan (vektor) nyamuk Aedes. Baik itu Aedes aegypti, Aedes albopictus atau spesies Aedes lainnya

Aedes aegypti, vektor yang paling penting karena habitatnya dekat dengan pemukiman masyarakat. Nyamuk Aedes aegypti lebih senang hidup dalam ruangan. Berkembang biak di tempat penampungan air, bak, talang air, lubang pohon. Juga di barang bekas yang dapat menampung air seperti ban, botol, kaleng, plastik, pelepah daun dan lainya.

Pada pagi-sore hari nyamuk akan mengigit dan menghisap darah pasien positif dengue. Kemudian nyamuk yang terinfeksi dapat menularkan virus segera atau setelah masa inkubasi virus dalam nyamuk selama 8-10 hari. Selama masa itu, virus dengue akan berlipat ganda di midgut dan menyebar ke kelenjar liur nyamuk. Nyamuk dapat membawa virus tersebut dalam tubuhnya selama 30-45 hari. Seseorang yang tertular melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi virus dengue akan mengalami gejala setelah 4-13 hari kemudian.

Bagaimana gejala dengue?

Pasien dengue dapat menunjukkan spektrum gejala yang bervariasi. Mulai dari demam ringan sampai infeksi yang berat dan fatal. Atau sering dikenal dengan istilah demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue yang dapat menyebabkan kematian.

Umumnya gejala infeksi dengue adalah demam mendadak dan tinggi, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan mata, juga nyeri sendi dan otot. Pada keadaan yang berat dapat disertai dengan adanya tanda-tanda perdarahan, nyeri ulu hati dan syok.

Bagaimana pengobatannya ?

Saat ini tidak ada obat anti-virus yang dapat membunuh virus dengue. Sehingga pasien ditangani secara simptomatik misalnya dengan pemberian obat demam dan obat lainnya yang sesuai dengan gejala dan keluhan pasien. Hal yang terpenting adalah memastikan kebutuhan cairan yang cukup agar pasien tidak jatuh dalam kondisi syok.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah dengue?

Hal yang penting dan utama dalam mencegah dengue adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) karena virus dengue tidak dapat berpindah ke orang lain tanpa nyamuk. Masyarakat dapat melakukan PSN dengan metode 3M plus (Menguras, Menutup atau memanfaatkan kembali barang bekas, dan Mencegah gigitan nyamuk). Peran aktif dan kerjasama masyarakat dalam melakukan PSN sangat menentukan keberhasilan pencegahan DBD di Indonesia.

Selain pemberantasan sarang nyamuk, DBD juga dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksin pertama dengue yang saat ini mendapat lisensi di 20 negara adalah Dengvaxia. Namun penggunaannya terbatas pada populasi tertentu yaitu usia 9-45 tahun dan kelompok masyarakat dengan prevalensi dengue yang tinggi. Efektivitas vaksin pun dapat berbeda pada seseorang yang pernah dan belum pernah sakit dengue. Penelitian terkait manfaat dan resiko vaksin ini pun masih terus berlanjut.

Sampai tahun 1970, masalah epidemi dengue hanya terjadi di 9 negara. Namun, saat ini dengue menjadi permasalahan yang signifikan di 100 negara di berbagai benua seperti Amerika, Asia, dan Afrika. Sejak kasus transmisi lokal dilaporkan pertama kali tahun 2010 di Prancis dan Kroasia. Ancaman wabah dengue pun merambah ke area baru di benua Eropa..

Mengapa hal itu dapat terjadi?

Mengapa dengue menjadi permasalahan kesehatan global?

World Health Organization (WHO) memperkirakan 3,9 miliar penduduk dunia terdampak DBD. Perubahan iklim, urbanisasi, mobilisasi penduduk dan barang di dalam dan luar negeri berkontribusi dalam penyebaran dengue secara global.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim mempengaruhi peningkatan berbagai penyakit infeksi, termasuk dengue. Tingginya angka kasus dengue sangat berkaitan erat dengan perubahan suhu, curah hujan dan kelembapan udara. Masa inkubasi virus dalam nyamuk memendek pada temperatur udara yang lebih hangat. Pemanasan global juga berkaitan dengan migrasi berbagai serangga vektor seperti nyamuk, sehingga semakin meluasnya area geografis habitat nyamuk Aedes aegypti.

Insidens dengue dan peningkatan vektor nyamuk terjadi di area perkotaan yang padat penduduk. Arus urbanisasi tanpa disertai perencanaan infrastuktur yang baik menyebabkan buruknya sistem air bersih dan manajemen limbah. Apabila terjadi kesulitan akses air bersih, masyarakat akan menggunakan tempat-tempat penampungan air di dalam atau luar rumah. Hal ini sangat berpotensi sebagai tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti.

Tempat perkembangbiakan nyamuk juga meningkat akibat limbah non-organik yang tidak dikelola dengan baik. Misalnya botol plastik, kaleng bekas, ban bekas, yang dibiarkan begitu saja di tanah akan berpotensi menampung air saat hujan. Tentunya menjadi tempat yang baik untuk nyamuk bertelur dan berkembang-biak.

Selain itu meningkatnya pergerakan orang dan barang dengan transportasi laut dan udara menyebabkan penyebaran virus dengue terjadi dengan mudah. Individu yang pernah terinfeksi dan masih infeksius dapat melakukan perjalanan ke berbagai negara dan menularkan virus pada populasi yang rentan.

Penyakit dengue masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat. Faktor perilaku masyarakat, kondisi lingkungan dan iklim sangat mempengaruhi tingginya penularan virus dengue di berbagai negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kerjasama pemerintah, masyarakat, dan berbagai ahli kesehatan dan non-kesehatan diperlukan untuk pemberantasan DBD di Indonesia.

Referensi :

  1. Jennifer L. Kyle and Eva Harris. Global Spread and Persistence of Dengue Annual Review of Microbiology 2008 62:1, 71-92. https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.micro.62.081307.163005
  2. Kementerian Kesehatan Indonesia. Kesiapsiagaan Menghadapi Peningkatan Kejadian Demam Berdarah Dengue Tahun 2019. http://p2p.kemkes.go.id/kesiapsiagaan-menghadapi-peningkatan-kejadian-demam-berdarah-dengue-tahun-2019/
  3. Nicole Heller. The Climate Connection to Dengue Fever. https://www.climatecentral.org/blogs/the-climate-connection-to-dengue-fever
  4. World Health Organization. Dengue and Severe Dengue. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-dengue

Disclaimer : Informasi yang tersedia dalam blog ini adalah dalam rangka untuk menambah wawasan kesehatan, tidak untuk menggantikan nasehat, diagnosis atau pengobatan medis. Silahkan menghubungi fasilitas kesehatan profesional terdekat apabila anda mengalami masalah kesehatan.

About author

Author
dr. Candora