Sejarah “Cuci-Tangan”

Pada abad ke-19, kematian ibu yang baru melahirkan akibat demam nifas sangat tinggi, mencapai 25%. Pada era tersebut, teori penyebab penyakit yang populer adalah teori miasma, bahwa penyakit dan kematian disebabkan oleh udara yang buruk. Ilmu pengetahuan tentang kuman atau mikroorganisme sebagai penyebab penyakit infeksi belum berkembang. Pada abad itu, sedang meningkat pula ketertarikan pada ilmu patologi anatomi. Oleh karena, penyebab kematian wanita pasca-melahirkan masih suatu misteri, para dokter melakukan autopsi pada pasien yang meninggal akibat demam nifas.

Pada tahun 1846, seorang dokter Hungaria bernama Ignaz Semmelweis ditugaskan di klinik obstetri rumah sakit Vienna. Terdapat dua klinik obstetri di rumah sakit tersebut, staff klinik pertama adalah para dokter dan mahasiswa kedokteran, dan staf klinik kedua adalah bidan. Di klinik yang pertama, selain memberikan pelayanan pada ibu hamil dan melahirkan, para dokter juga bertugas untuk melakukan autopsi, sementara di klinik kedua para bidan hanya memberikan pelayanan pada ibu melahirkan. Angka kematian di klinik pertama 16% dan 7% di klinik kedua.

Ignaz Semmelweis melakukan observasi terkait adanya perbedaan angka kematian pada kedua klinik dan membuat suatu hipotesa bahwa penyebabnya adalah suatu partikel dari mayat yang diautopsi mengkontaminasi tangan para staff. Pada tahun 1847, seorang koleganya Jacob Kolletschka mengalami luka pisau bedah dan meninggal dengan gejala yang sama dengan wanita yang meninggal akibat demam nifas. Hal ini menguatkan hipotesa Semmelweis, sehingga Ia menganjurkan para dokter untuk cuci tangan dengan larutan klorin setelah melakukan autopsi. Setelah cuci tangan diterapkan, angka kematian ibu melahirkan menurun drastis dibawah 2%.

Namun, sekalipun metode Semmelweis berhasil menurunkan angka kematian ibu, cara ini tidak serta merta diterima oleh dunia medis. Pada tahun 1848 terjadi revolusi politik di Eropa, dan Semmelweis terlibat dalam politik. Hal ini menjadi penghalang bagi profesinya. Faktor lain yang menyebabkan penolakan adalah, Semmelweis tidak menggunakan cara diplomatis untuk memperkenalkan metodenya, membuat permusuhan dengan kolega yang tidak menerima caranya, para dokter juga enggan menerima kesimpulan bahwa tangan mereka membawa agen yang dianggap bertanggungjawab atas kematian para pasien, serta mencuci tangan membutuhkan waktu. Semmelweis diberhentikan dari klinik dan menjadi pengajar, walaupun masih dapat mengajar Semmelweis merasa dibatasi sehingga pada tahun 1850 memutuskan pindah dari Vienna kembali ke Pest.

Tahun 1855, Semmelweis ditunjuk sebagai profesor obstetri di Universitas Pest, dan metodenya diterima di Hungaria. Tahun 1861, Semmelweis mempublikasikan metode cuci-tangan sebagai pencegahan demam nifas tetapi mendapat penolakan dari dunia medis, Vienna masih tetap belum menerima metodenya. Semmelweis menyurati profesor obstetri di berbagai negara namun tidak mendapat respon, dan para pembicara di suatu konferensi di Jerman juga menolak metode cuci-tangan dengan larutan klorin. Akibat kontroversi ini, Semmelweis mengalami keterpurukan dan putus asa, pada tahun 1865 dirawat di unit psikiatri rumah sakit dan meninggal dunia, diduga akibat komplikasi penyakit infeksi.

Namun, tidak hanya Semmelweis, dokter Amerika Oliver Wendel Holmes dan Suster Florence Nightingale pada masa itu juga berpendapat sama. Mereka menyadari bahwa kebersihan tangan para pekerja medis dapat membawa dampak pada pasien. Namun, hubungan antara mencuci tangan dapat menyelamatkan pasien sulit dimengerti sampai ilmu pengetahuan tentang mikroorganisme berkembang, dan ditemukan bahwa penyakit infeksi disebabkan oleh kuman. Kemudian seorang dokter bedah Inggris, Joseph Lister mulai menerapkan metode mencuci tangan dan mensterilkan peralatan bedah setiap melakukan operasi pada setiap pasien dan angka kematian pasien turun drastis.

Saat ini cuci-tangan menjadi prosedur penting bagi tenaga kesehatan. Prosedur mencuci tangan dengan 7 langkah, selama minimal 20 detik dengan sabun dan air mengalir menjadi hal yang wajib diterapkan oleh para dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk mencegah penyebaran kuman pada diri sendiri dan pasien.

Referensi :

  1. https://www.britannica.com/biography/Ignaz-Semmelweis
  2. Gordis Epidemiology by David D Celentano and Moyses Szklo
  3. https://www.npr.org/sections/health-shots/2015/01/12/375663920/the-doctor-who-championed-hand-washing-and-saved-women-s-lives
Disclaimer : Informasi yang tersedia dalam blog ini adalah dalam rangka untuk menambah wawasan kesehatan, tidak untuk menggantikan nasehat, diagnosis atau pengobatan medis. Silahkan menghubungi fasilitas kesehatan profesional terdekat apabila anda mengalami masalah kesehatan.

About author

Author
dr. Candora