Penyakit kuno yang masih mengancam kesehatan manusia di zaman modern
Tuberkulosis sudah tercatat dalam papirus kuno Mesir berusia ribuan tahun, jauh sebelum Robert Koch menemukan kuman TBC pada tahun 1882. Tetapi tuberkulosis masih menjadi beban kesehatan utama di Indonesia.
Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan penderita TBC tertinggi di dunia pada tahun 2018.
Apa itu Tuberkulosis?
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit infeksi kronis yang disebakan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menyerang berbagai organ, seperti paru, otak, tulang, ginjal, kulit atau usus. Tetapi tuberkulosis paru menjadi permasalahan utama karena dapat menular kepada orang lain.
Bagaimana Penularannya?
Tuberkulosis paru menular lewat udara. Penderita tuberkulosis aktif dapat menular ke 5-15 orang disekitarnya dalam setahun. Pasien TBC yang batuk atau bersin akan mengeluarkan sekret atau droplet yang mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis. Partikel ini akan dihirup oleh orang lain sehingga terinfeksi. Kuman TBC dapat bertahan di udara lembab dan gelap tetapi akan mati apabila terkena sinar ultraviolet.
Penularan TBC lebih mudah di lingkungan yang padat, ruangan gelap dan lembap dengan ventilasi yang buruk. Penularan dapat terjadi di lingkungan pemukimanan, tempat kerja, atau tempat khusus seperti lembaga pemasyarakatan.
Siapa yang berisiko menderita TBC?
Seseorang terinfeksi TBC dan menjadi sakit sangat ditentukan daya tahan tubuhnya, durasi dan jarak kontak dengan pasien positif tuberkulosis. Tidak semua orang yang terinfeksi menjadi sakit, jika terinfeksi tetapi tidak jatuh sakit disebut sebagai laten tuberkulosis.
Saat ini penderita tuberkulosis umumnya orang dewasa usia produktif. Namun TBC dapat menyerang semua orang dengan segala usia termasuk anak-anak. Risiko akan meningkat pada seseorang dengan daya tahan tubuh rendah, misalnya penderita malnutrisi, HIV dan diabetes melitus. Penderita malnutrisi 3x lebih berisiko dan penderita HIV 19x lebih berisiko sakit TBC.
WHO memperkirakan, Tuberkulosis menyerang 845.000 penduduk Indonesia dan menyebabkan 93.000 kematian
WHO, Global TB Report 2019
Apa gejala TBC?
Batuk, batuk darah, nyeri dada, sesak nafas, penurunan berat badan, tidak nafsu makan, demam dan keringat malam. Namun tidak selalu spesifik dan setiap orang dapat menunjukkan gejala dengan tingkat keparahan yang berbeda.
Bagaimana prosedur pemeriksaan TBC?
Apabila seseorang dicurigai menderita TBC, petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis atau Tes Cepat Molekuler (TCM), jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti foto X-ray dada.
Pasien wajib memperhatikan kualitas sampel pemeriksaan yang diserahkan kepada petugas untuk hasil pemeriksaan yang akurat. Menampung dahak sebaiknya di pagi hari sebelum makan agar sampel tidak terkontaminasi. Jika merasa kesulitan mendapatkan dahak, berkonsultasilah dengan petugas yang merawat anda.
Apakah TBC dapat disembuhkan?
Pasien positif TBC akan diobati dengan kombinasi 4 obat anti-tuberkulosis seperti Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol selama minimal 6 bulan. TBC dapat disembuhkan jika pasien menelan obat secara teratur dan tuntas.
Untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan, petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan penyakit lain yang memperlambat kesembuhan, seperti skrining diabetes melitus dan HIV.
Apakah itu tuberkulosis kebal obat?
Tuberkulosis kebal obat atau resisten obat disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang tidak mempan terhadapat pengobatan lini pertama seperti Isoniazid dan Rifampisin.
Saat ini tuberkulosis kebal obat menjadi permsalahan besar. Karena memerlukan pengobatan yang lebih lama, obat yang lebih banyak dan tentu efek samping pengobatan yang lebih berat.
Mengapa TBC tetap menjadi masalah?
TBC dapat diobati dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, lebih dari 90% pasien dapat disembuhkan. Tetapi hal ini bergantung pada kepatuhan pasien menjalani pengobatan selama minimal 6 bulan.
Pengobatan TBC yang lama menjadi tantangan untuk berobat sampai tuntas. Putus berobat sebelum waktunya akan menimbulkan permasalahan. Seperti komplikasi penyakit bahkan kematian, penularan penyakit di masyarakat terus berlanjut, serta meningkatnya tuberkulosis kebal obat
Tantangan lain adalah adanya stigma buruk di masyarakat terhadap pasien TBC. Stigma ini membuat pasien cenderung menutupi penyakitnya sehingga terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, serta menurunkan motivasi berobat.